Alfan Rizki W [ TI - KESEHATAN ]

Alfan Rizki W [ TI - KESEHATAN ] Ilmu Blog | Created By Alfan Rizki W

  • Home
  • Facebook
  • Twitter
Institut Teknologi Bandung
Universitas Gadjah Mada
STEI - ITB

About Me

Popular Posts

Thumbnail Recent Post

Blog Archive

Institut Teknologi Bandung

Selamat datang/sugeng rawuh/welcome di blog sederhana saya, semoga bemanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca blog batch06rizkialfan.blogspot.com yang sederhana ini...

STEI-ITB

Selamat datang/sugeng rawuh/welcome di blog sederhana saya, semoga bemanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca blog batch06rizkialfan.blogspot.com yang sederhana ini...

Universitas Gadjah Mada.

Selamat datang/sugeng rawuh/welcome di blog sederhana saya, semoga bemanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca blog batch06rizkialfan.blogspot.com yang sederhana ini ...

Grha Sabha Pramana(GSP)

Selamat datang/sugeng rawuh/welcome di blog sederhana saya, semoga bemanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca blog batch06rizkialfan.blogspot.com yang sederhana ini ...

Gedung Pusat UGM

Selamat datang/sugeng rawuh/welcome di blog sederhana saya, semoga bemanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca blog batch06rizkialfan.blogspot.com yang sederhana ini ...

Cari Blog Ini



Pada kesempatan kali ini saya ingin sedikit berbagi bacaan yang patut kita teladani. Sebuah kisah yang sangat bagus untuk kita baca di era / zaman sekarang yang mana banyak diantara kita sering mengeluah galau karena cinta... :) Selamat membaca...dan semoga bermanfaat bagi seluruh pembaca...:D


sebuah kisah cinta yang menyentuh hati dari seorang Salman Al Farisi: tentang pemahamannya atas hakikat cinta kepada perempuan dan kebesaran hati dalam persahabatan.
Salman Al Farisi sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mu’minah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai pacar. Tetapi sebagai sebuah pilihan untuk menambatkan cinta dan membangun rumah tangga dalam ikatan suci.
Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah, pelamaran.
Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang telah dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.
”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya. Keduanya tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.
”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abu Darda’ berbicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.”
Abu Darda dan Salman menunggu dengan berdebar-debar. Hingga sang ibu muncul kembali setelah berbincang-bincang dengan puterinya.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Keterusterangan yang di luar kiraan kedua sahabat tersebut. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah  dan bertemu dengan gelombang kesadaran. Ya, bagaimanapun Salman memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya.
Namun mari kita simak apa reaksi Salman, sahabat yang mulia ini:

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!

Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi. Ia begitu faham bahwa cinta, betapapun besarnya, kepada seorang wanita tidaklah serta merta memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Ia juga sangat faham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah dipersaudarakan oleh Rasulullaah saw dengannya. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas kebahagiaan dan nikmat atas saudaranya.

4 Responses so far.

  1. Unknown says:

    Patut kita teladani tuh sifat lapang dadanya...biar g da kata galau lg ktika da masalah cinta..hehe :D

  2. harum says:

    Rasakanlah..
    manisnya cinta kepada Allah...
    Mungkin melebihi segalanya..

Leave a Reply